Rabu, 21 Agustus 2013

Guru, Bathara




BATARA GURU, juga disebut Sang Hyang Manikmaya, adalah putra ketiga Sang Hyang Tunggal dengan Dewi Wirandi/Rekatawati, putri Prabu Yuyut/Resi Rekatama, raja Samodralaya. Ia mempunyai dua saudara kandung masing-masing bernama: Sang Hyang Tejamaya/Antaga dan Sang Hyang Ismaya. Batara Guru juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu putra Dewi Darmani, putri Sang Hyang Darmayaka dari Selong, masing-masing bernama : Sang Hyang Rudra/Dewa Esa, Sang Hyang Dewanjali dan Sang Hyang Darmastuti.

Batara Guru mempunyai 27 nama gelar, tapi yang dikenal diantaranya: Sang Hyang Jagadnata, Sang Hyang Jagadpratingkah, Sang Hyang Pramesti Guru, Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Girinata. Sang Hyang Manikmaya adalah seorang tokoh yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam dunia pewayangan. Ia menguasai tiga belahan jagad raya yaitu: Mayapada (dunia Kadewatan), Madyapada (dunia makluk halus) dan Arcapada (dunia Fana/ dunia manusia di bumi).

Batara Guru tinggal di Kahyangan Jong Giri Kelasa, yang dalam pewayangan sering diucapkan Jonggring Salaka atau Suralaya. Ia beristri Dewi Uma atau Umayi. Dewi Uma yang cantik jelita lagi pula sakti, pada mulanya tidak bersedia menjadi istri Batara Guru, kecuali apabila pemuka para dewa itu berhasil menangkapnya. Mereka pun berkejaran. Berkali-kali Batara Guru hampir dapat menangkap wanita cantik itu, tetapi Dewi Uma selalu dapat meloloskan diri. Tubuh Dewi Uma licin bagaikan belut, lagi pula gerakannya amat lincah dan gesit. Akhirnya Batara Guru memohon pada Hyang Wenang, kakeknya, agar ia diberi tambahan sepasang tangan lagi yang diharapkan dapat membantu menangkap wanita cantik itu. Sesudah tangan Batara Guru menjadi empat, barulah Dewi Uma berhasil ditangkap. Dan sesuai dengan janjinya, Dewi Uma bersedia diperistri. Karena bertangan empat itulah Batara Guru juga dipanggil Sang Hyang Caturbuja.

Batara Guru mempunyai banyak anak di antaranya adalah Batara Sambo, Batara Brama, Batara Indra, Batara Bayu, Batara Wisnu, Batara Kala, Batara Sakra, Batara Asmara, Batara Mahadewa, dan Anoman
Batara Guru mempunyai pusaka sakti bernama Cis Kalaminta dan senjata Trisula. Ia juga memiliki aji kesaktian bernama : Aji Kawrastawan (kewaspadaan), Aji Pangambaran (pemberantasan) dan Aji Kemayan yang dapat beralih rupa sesuai dengan kehendaknya.

Pada Wayang Kulit Purwa, Batara Guru dilukiskan bertangan empat, dua tangan di antaranya menggenggam senjata. Ia mempunyai tiga mata, satu di antaranya berfungsi sebagai senjata yang dapat memancarkan sinar panas yang menghanguskan. Karena matanya tiga, Batara Guru disebut juga Sang Hyang Trinetra. Sedangkan kakinya yang terserang penyakit apus (semacam polio), dalam pewayangan ia hampir selalu digambarkan selalu mengendarai Lembu Andini. Sedang warna biru pada leher Batara Guru disebabkan karena pemuka dewa itu pernah meminum racun. Waktu itu, dalam usaha mendapatkan Tirta Amerta, atau Air Kehidupan, tanpa sengaja Batara Guru meminum air racun, yang dikiranya Tirta Amerta. Namun sebelum air racun tertelan, ia sempat memuntahkannya. Racun pekat yang telah sampai ke kerongkongannya itu menyebabkan lehernya berwarna biru. Itu sebabnya Batara Guru dijuluki Sang Hyang Nilakanta. Nila artinya biru, kanta artinya leher.

Pada suatu hari itu Batara Guru ingin bercumbu kasih dengan Dewi Uma di punggung Lembu Andini, namun istriya menolak. Pada peristiwa itu jatuhlah kama (sperma/mani) Batara Guru ke dasar samudra. Penolakan istrinya itu membuat Batara Guru merasa kesal. Waktu mereka telah kembali ke kahyangan, Batara Guru mengumpat istrinya. Dewi Uma tidak mau dipersalahkan, dan mereka pun bertengkar. Ketika pertengkaran makin memuncak, dengan kesal Dewi Uma berkata: “Kelakuan Kakanda hanya pantas dilakukan oleh makhluk yang bertaring....”

Karena Dewi Uma kesaktian tinggi, sumpahnya segera menjadi kenyataan. Saat itu juga taring gigi Batara Guru tumbuh memanjang. Batara Guru makin marah, dan membalas mengutuk Dewi Uma sehingga istrinya itu berubah ujud menjadi raksasa. Setelah saling mengutuk keduanya merasa menyesal, namun nasi telah menjadi bubur. Batara Guru kemudian memberi nama baru pada Dewi Uma dengan sebutan Batari Durga. Sementara itu kama benih Batara Guru yang jatuh di dasar samodra menjelma menjadi makhluk ganas yang mengerikan. Makhluk itu membuat keonaran di dunia.

Para dewa yang mencoba menghadapi makhluk ganas itu tidak berhasil mengatasinya. Mereka melarikan diri kembali ke kahyangan. Si Makhluk Ganas segera menyusul para dewa yang melarikan diri itu, dan akhirnya berhadapan langsung dengan Batara Guru.
Kepada Batara Guru makhluk itu mengajukan tuntutan, minta diakui sebagai anak Batara Guru, minta nama dan diberi seorang istri. Batara Guru mengabulkan semua tuntutannya. Makhluk itu diakui sebagai anaknya, diberi nama Batara Kala, dan Betari Durga ditunjuk menjadi istri untuk mendampingi Batara Kala. Tetapi yang menjadi istri Batara Kala hanyalah badan jasmani Batari Durga, sebab jiwanya telah bertukar dengan jiwa Betari Gendeng Permoni, seorang dewa perempuan yang amat cantik tetapi berhati dengki. Badan jasmani Batari Permoni yang cantik jelita digunakan oleh jiwa Dewi Uma. Dengan demikian Batara Guru tetap beristri wanita cantik.

Setelah juwa Batari Durga bertukar ganti dengan jiwa Batari Permoni dan menikah dengan Batara Kala, mereka diperintahkan menghuni Setra Gandamayit. Mereka diberi kekuasaan memerintah makhluk golongan jin, hantu, gandarwa, dan sejenisnya.
Dalam menjalankan pemerintahan di kahyangan Batara Guru dibantu oleh Sang Hyang Kanekaputra atau Batara Narada. Dalam pewayangan Batara Narada sering bertindak lebih bijaksana dibanding dengan Batara Guru. Sebagai pemuka dewa, Batara Guru sering bertindak menuruti nafsu. Ia mudah tergiur wanita cantik, mudah marah, mudah terbujuk, mudah iri hati, padahal ia memiliki kesaktian yang tinggi. Dalam berbagai tindakan yang salah, Batara Guru sering mendapat teguran dari Semar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar